This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 04 Juni 2015

Pustakawan dan Media Massa


Penguasaan dan pemanfaatan TIK memang tidak akan menyelesaikan seluruh persoalan yang ada pada masyarakat. Namun, mengabaikannya sama dengan mengabaikan aspek penting bangunan peradaban. Hal ini karena bangunan peradaban memang setidaknya terdiri dari dua aspek yaitu fisik dan non-fisik. 
Information Literacy adalah kemampuan dalam mengakses, mengevaluasi, dan menggunakan informasi dalam beraneka ragam format seperti buku, koran, video, CD,-ROM atau Web. Sementara Digital Literacy adalah kemampuan untuk mengerti dan menggunakan informasi dari berbagai sumber yang dipresentasikan melalui peralatan berbasis digital. Central European University menggambarkannya sebagai sebuah kemampuan dalam mengerti bagaimana informasi dibuat dan dikomunikasikan dalam beraneka ragam format melalui sebuah kerangka proses pengumpulan, pengorganisasian, pemilahan, penggambaran, dan penggunaan informasi dengan menggunakan berbagai perlatan teknologi digital. Internet Literacy atau kerap diringkas menjadi i-literacy didefinisikan sebagai kemampuan dalam menggunakan pengetahuan teori dan praktek terkait dengan internet sebagai medium komunikasi dan pengelolaan informasi .
ICT Literacy adalah kombinasi antara kemampuan intelektual, konsep mendasar dan keahlian terkini yang mengharuskan seseorang untuk memilii kemampuan dalammenggunakan teknologi informasi dan komunikasi secara efektif.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka ada beberapa faktor yang mempengaruhi teknologi informasi yaitu: Infrastruktur, Sumber Daya Manusia, Kebijakan, Finansial, Konten dan Aplikasi. Agar teknologi informasi dapat berkembang dengan pesat, pertama dibutuhkan infrastruktur yang memungkinkan akses informasi di manapun dengan kecepatan yang mencukupi. Kedua, faktor SDM menuntut ketersediaan human brain yang menguasai teknologi tinggi. Ketiga, faktor kebijakan menuntut adanya kebijakan berskala makro dan mikro yang berpihak pada pengembangan teknologi informasi jangka panjang. Keempat, faktor finansial membutuhkan adanya sikap positif dari bank dan lembaga keuangan lain untuk menyokong industri teknologi informasi. Kelima, faktor konten dan aplikasi menuntut adanya informasi yang disampai pada orang, tempat, dan waktu yang tepat serta ketersediaan aplikasi untuk menyampaikan konten tersebut dengan nyaman pada penggunanya.
Ada beberapa unsur yang menjadikan tekhnologi komunikasi dan informasi patut dipertimbangkan pemanfaatannya yaitu :
1) kapabilitas yang dimiliki oleh teknologi
2) penggunaan teknologi adalah cara yang paling cepat untuk melakukan konstruksi, sistematisasi, dan integrasi dari sebuah disparitas antar subsistem
3) ICT memungkinkan penggabungan kekuatan human ware, software, dan hardware sehingga rekayasa bagi terciptanya suatu sistem yang terbaik dapat disimulasikan, diprediksi, dan dikendalikan
4) bila tidak ada kebijakan atau intervensi tertentu, hasil dari output teknologi umumnya bersifat transparan dan memberikan akses setara bagi seluruh pengguna
5) pemanfaatan teknologi berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi yang memiliki keterkaitan langsung dengan produktivitas
6) bila ditunjang dengan infrastruktur dan ICT literacy yang mapan, pemanfaatan ICT bersifat borderless sehingga arus informasi lebih cepat mengalir dbandingkan dengan pendekatan konvensional

7) transaksi dengan memanfaatkan ICT dapat secara implisit menekan interaksi-interaksi yang memungkinkan terjadinya korupsi atau suap; ICT memberikan sebuah ruang impersonal dan standar yang dapat mereduksi distorsi kepentingan dalam sebuah sistem layanan publik dan relatif tidak rentan terhadap perubahan dan regenerasi personalia yang secara langsung akan berpengaruh pada akuntabilitas sistem tersebut.


Perpustakaan masa depan diharapkan bukan saja dapat mengubah dirinya dari yang bersifat tradisional menjadi modern, yang kecil menjadi besar, atau yang sepi pengunjung menjadi ramai. Tetapi lebih dari pada itu, yaitu perpustakaan yang mampu menjadikan organisasinya menyediakan dan melayankan berbagai sumber informasi secara tepat guna dan tepat sasaran, menciptkan kondisi masyarakat menyadari, memahami dan mewujudkan suatu kehidupan yang terdidik baik dan terinformasi baik (well educated and well informed), sehingga mereka mampu melakukan perubahan, baik pada dirinya maupun orang lain dalam pola pikir (mind set), berbicara, berperilaku, atau bertidak, karena telah didasari oleh wawasan, kemampuan, pengalaman, dan ketrampilan (Supriyanto, 2006 : 266).
Hadirnya perkembangan dan kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi, harus bisa dipahami dan dimanfaatkan secara positif, kreatif dan konstruktif oleh para pustakawan. Siregar (2004 : 37), berhadapan dengan fenomena perubahan yang terjadi, pustakawan harus memiliki kemampuan melihat dengan jelas apa yang sesungguhnya berubah dan apa yang tetap sama. Nilai-nilai yang menjadi dasar profesi pustakawan kelihatannya akan tetap sama, tetapi cara nilai-nilai tersebut diterjemahkan ke dalam kegiatan dan operasi akan mengalami perubahan secara mendasar. Misi perpustakaan untuk mengumpulkan, mengorganisasikan dan menyediakan akses terhadap sumber daya informasi tetap relevan, tetapi teknologi dan cara untuk melakukannya mengalami perubahan. Penyediaan sumber daya informasi berbasis cetak tidak lagi cukup memadai, tetapi harus dilengkapi dengan sumber daya berbasis elektronik yang jumlah dan kecepatan penyebarannya terus meningkat.
Kehadiran teknologi informasi dan komunikasi (TIK) tidak akan mengganggu berbagai kegiatan dan operasi di perpustakaan, baik dari segi manajemen koleksi, maupun kunjungan pengguna. Siregar (2004 : 1), selama bertahun-tahun pustakawan telah mengembangkan pengetahuan dan metodologi dalam manajemen koleksi, yang sebenarnya tidak terbuang dengan sia-sia ketika berurusan dengan kombinasi informasi tercetak dan digital. Walaupun mahasiswa dan dosen sedang bertransformasi ke dunia digital dengan akses yang cepat dengan sumber-sumber pengetahuan dari komputer pribadi mereka, tetapi mereka masih tetap mengunjungi perpustakaan. Mengapa? Karena perpustakaan selalu berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan mereka, dan komunikasi personal dengan pustakawan masih merupakan cara terbaik.
Pengorganisasian (pengolahan) koleksi adalah semua kegiatan untuk mengelola/mengolah bahan pustaka yang telah ada, yang meliputi kegiatan verifikasi data bibliografis, katalogisasi, klasifikasi, penentuan kata kunci, penentuan tajuk subyek, pengalihan data bibliografis, mengelola data entri bibliografis (penjajaran kartu/filing), membuat anotasi, sari karangan/abstrak, menyusun daftar tambahan koleksi, bibliografi, indeks dan sejenisnya, serta melakukan penyuntingan bibliografis. Selain itu, kegiatan pengolahan juga meliputi inventarisasi, pemberian stempel dan dan pemberian kelengkapan lainnya melalui proses finishing. Kegiatan pengorganisasian (pengolahan) koleksi yang memanfaatkan TIK, misalnya dapat diakomodasi pada Modul Pengolahan, yang merupakan bagian dari Sistem Otomasi Perpustakaan Terpadu (Integrated Library System) yang dibangun untuk menyatukan semua fungsi (pengadaan, pengolahan dan pelayanan), dimana semua modul dapat saling berinteraksi satu sama lain. Sebagai bagian dari suatu sistem otomasi, modul pengolahan dapat dikatakan sebagai dapur atau kokinya yang memberikan isi (content) perpustakaan.
Berfungsinya dengan baik kegiatan pengolahan yang merupakan pelayanan teknis sebagai dapur perpustakaan, pada akhirnya akan menyajikan pelayanan pengguna yang berkualitas baik. Kelancaran sirkulasi bahan pustaka dan kemudahan mendapatkan informasi yang diinginkan, banyak tergantung pada kegiatan pengadaan bahan pustaka dan kegiatan pengolahan di bagian teknis ini.
Apakah otomasi perpustakaan? Otomasi perpustakaan adalah komputerisasi kegiatan rutin dan operasi sistem kerumahtanggaan perpustakaan (library housekeeping) yang mencakup pengadaan, pengatalogan, termasuk penyedian katalog on-line (OPAC), pengawasan sirkulasi dan serial. Dengan kata lain, perpustakaan terotomasi adalah suatu perpustakaan yang menggunakan sistem terotomasi untuk penanganan sebagian atau seluruh kegiatan rutinnya. Pada modul pengolahan dilakukan kegiatan-kegiatan :
input terhadap koleksi yang baru diperoleh, baik melalui pembelian, tukar menukar, produksi internal, maupun hadiah atau hibah.
penambahan eksemplar atas judul-judul yang pernah ada.
penyuntingan atau koreksi-koreksi yang diperlukan terhadap sebuah rekor atau cantuman.
penghapusan atas rekor atau cantuman yang tidak diperlukan lagi, seperti karena buku telah hilang, rusak, di-weeding, atau oleh sebab lainnya.
ustakawan bisa melakukan publikasi elektronik, yaitu kegiatan untuk memublikasikan berbagai informasi tentang dan oleh perpustakaan. Dalam hal ini, perpustakaan memiliki dan memelihara sendiri suatu situs WEB. Penerbitan Web bertujuan untuk mempublikasikan berbagai informasi tentang perpustakaan dan kegiatannya. Kegiatan ini pada dasarnya sama dengan publikasi berbagai selebaran, brosur, pamflet, panduan perpustakaan, daftar tambahan pustaka, katalog dalam berbagai jenis, dan kegiatan publikasi lainnya. Akan tetapi, publikasi yang lebih banyak manfaatnya bagi para pengguna adalah yang menyangkut konten utama perpustakaan, termasuk juga koleksi-koleksi dari terbitan internal yang tergolong gray literature sebagaimana dijelaskan di atas, yang terhadapnhya juga perlu dilakukan proses digitalisasi. 


DAFTAR PUSTAKA
   Bidin, sharipah Hanon, 2006. Identifying core competencies for KM at OUM:
         The Library
         prespective. EG2KM Conference
  Brainin, joseph j. 2007. Core competencies for subject librarians in the 21 century
 research library. China: Capital Normal University Library 
Fahmi, Ismail 2002. Toolkit membangun perustakaan berbasis teknologiinformasi.
 Jakarta: Library Expo 2002.

Pustakawan Profesional

Perpustakaan sebagai lembaga nirlaba yang bergerak dibidang jasa informasi mempunyai peran yang sangat strategis dalam membangun kecerdasan kehidupan bangsa. Informasi yang akurat, tepat guna yang disediakan perpustakaan akan sangat membantu para pemustaka dalam menghadapi persoalan yang dihadapinya.
Perpustakaan yang berkualitas adalah perpustakaan yang mampu menjawab setiap persoalan informasi yang dibutuhkan oleh setiap pemustakanya, oleh karena itu kelengkapan koleksi ditunjang dengan pustakawan yang terampil akan menjadi faktor yang dominan dalam membantu pemustaka dalam melakukan penelusuran informasi yang lebih tepat. Social Skill atau keterampilan social pustakawan akan sangat berpengaruh dalam meningkatkan pelayanan yang ada di perpustakaan. Dalam menghadapi tuntunan kebutuhan pemustaka yang semakin tinggi dan beraneka ragam, maka perpustakaan perlu mempersiapkan pustakawan yang professional, yaitu pustakawan yang memiliki ”skill”, ”knowledge”, kemampuan (ability), serta kedewasaan psikologis (Ratnaningsih, 1998).
Disamping itu juga Perkembangan Teknologi Informasi (TI) mengakibatkan semua bidang pekerjaan perpustakaan yang berbasis TI. Keilmuan perpustakaan pun saat ini dituntut mampu mengikuti perubahan social pemakainya. Perubahan dalam kebutuhan informasi, perubahan dalam berinteraksi dengan orang lain, dan dalam berkompetisi. Pustakawan perlu menyadari bahwa perlu ditumbuhkan suatu jenis kepustakawanan dengan paradigma-paradigma baru yang mampu menjawab tantangan media elektronik tanpa meningkatkan kepustakawanan konvensional yang memang masih dibutuhkan (hybrid library).
Oleh karena itu seorang pustakawan diharapkan dalam melakukan aktifitasnya selalu mengedapankan kebutuhan penggunanya, mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik, mempunyai kemampuan teknis perpustakaan yang tinggi, dan mempunyai kemampuan dalam memanfaatkan kemajuan teknologi informasi yang saat ini berkembang.
Dengan kemampuan tersebut maka pustakawan diharapkan mampu memberikan pelayanan prima kepada pemustakanya. Palayanan prima yaitu suatu sikap atau cara pustakawan dalam melayani pemustakanya dengan prinsip layanan bebrbasis pengguna (people based service) dengan harapan dapat memuskan pemustakanya, meningkatkan loyalitas, dan meningkatkan jumlah pemustaka yang berkunjung keperpustakaan.

Pustakawan di era globalisasi seperti saat ini sangat dituntut untuk menggunakan teknologi modern. Sejak dari sistem pengolahan sumber pustaka, katalogisasi, pembuatan indeks, semuanya dilakukan pustakawan dengan memanfaatkan teknologi computer. Walaupun semuanya sudah dapat diolah dengan menggunakan computer, namun perancangannya tetap berada di tangan pustakawan. Apa yang akan diindekskan, apa yang perlu dijadikan koleksi unggulan, ataupun hal lain yang ingin dipromosikan, semuanya berada pada kebijakan pustakawan yang berfungsi juga sebagai pengelola.

Pustakawan memberikan pelayanan yang maksimal kepada pemustaka, sehingga pemustaka yang datang dari luar gedung perpustakaan akan merasa nyaman dalam mencari materi yang diperlukan. Mereka, karena didampingi oleh pustakawan yang mahir akan bidangnya, dan siap untuk membantu menunjukkan letak menyimpan informasi dan bagaimana prosedur penggunaanya. Pustakawan akan mengawal pemustaka, sampai mereka merasa cukup dalam penelusuran informasi yang diperlukan.

Pustakawan hendaknya bersikap ramah terhadap pemustaka. Tidak boleh ada lagi pemustakayang dibiarkan duduk di ruang baca dan harus menunggu cukup lama keluarnya materi yang dipesannya tanpa ada batasan waktu yang jelas. Kesan yang buruk akan berdampak pada ketidaknyaman pemustaka, yang ada ujung-ujungnya tidak aka ada lagi pemustaka yang datang ke perpustakaan di mana ia bekerja. Dampak dari keramahtamahan pustakawan adalah munculnya citra yang baik terhadap institusi yang melingkupinya.
Mengingat bahwa koleksi perpustakaan merupakan kekayaan yang tidak ternilai harganya, makabaik pustak awan maupun pemustaka sama-sama menjaga kelestarian koleksi tersebut dengan memperluakukannya secara hati-hati, sehingga dampak negative dari pemenfaatan informasi itu tidak akan berakibat pada menurunnya usia koleksi atau bahkan dapat menghancurkannya. Sebagai contoh penggunaan lampu kilat, pembuatan foto kopi yang terlampau sering cara mengangkat dan menaruh koleksi yang kurang hati-hati akan menyebabkan koleksi tersebut akan menjadi cepat rapuh. Pustakawan harus berani menegur pemustaka yang nakal, yang memperlakukan koleksi perpustakaan secara tidak benar. Berbagai macam cara dapat dilakukannya sejauh tidak melanggar sopan santun, privacy dan atau pribadi pemustaka.

Kreatifitas pustakawan menjadi barometer profesionalisme pustakawan. banyak hal dapat dilakukan oleh pustakawan yang sangat dibutuhkan oleh banyak pemustaka. Keberanian untuk menampilkan karya pustakakawan merupakan suatu persoalan tersendiri yang harus mereka atasi. Sebab apa pun bentuknya, baik buruknya, manis pahitnya karya pustakawan tersebut masih lebih baik bila diterbitkan dari pada tidak diterbitkan sama sekali. Misalnya adalah setelah penerbitannya, kritik dan saran dari orang lain akan dilontarkan, dan hal ini sangat berguna dalam upaya penyempurnaan karya tersebut, yang akan sangat bermanfaat dalam edisi perbaikan berikutnya.
Suasana yang nyaman merupakan dambaan setiap pemustaka. Untuk memperoleh suasana yang nyaman, diperlukan ketenangan, ruangan yang sejuk dan bersih. Kondisi ini seharusnya selalu tetap diupayakan terjaga demi kenyamanan pemustaka. Apabila hal ini tercapai, sebagian dari misi pustakawan sudah tercapai. Misi utama bagi pustakawan adalah mengundang sebanyak mungkin pemustaka untuk datang dan memanfaatkan koleksi yang dimilikinya. Kesulitan dan hambatan yang ditemukan oleh pemustaka akan dijadikan masukan yang sangat berharga demi tercapainya suasana yang sangat didambakan oleh pemustaka.
Percepatan arus informasi saat ini berimbas kepada peran kita sebagai penyampai informasi. ditambah dengan berkembangnya berbagai peralatan teknologi informasi dan komunikasi yang amat dibutuhkan dalam menunjang bidang kerja kita. Oleh karena itu, siap atau tidak siap para pustakawan harus ikut bermain di era global sekarang ini. Para penikmat internet atau mereka yang lebih suka berselancar du dunia maya harus dijadikan mitra kerja kita.
Bahwa pustakawan saat ini bukanlah penjaga koleksi tapi penyedia informasi, media informasi semakin beragam, koleksi tidak terbatas pada karya cetak/rekam secara fisik tapi sudah banyak yang dapat diakses melalui internet, perpustakaan tidak perlu sibuk promosi dengan menambah pengunjung tapi kita yang berkunjung atau menjumpai pemakai, dan layanan saat ini harus makin beragam.


DAFTAR PUSTAKA

2.      Jakarta : Perpustakaan Nasional RI. Media Pustakawan : Media Komunikasi Antar Pustakawan. Vol. 18 No. 1 & 2 Tahun, 2011.
3.      Djoko Marihandono. Membangun Pustakawan Profesional dan Mendiri Mungkinkah. Makalah Disajikan dalam acara Rakerpus Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI). Banjarmasin tanggal 1 – 3 September 2013.

4.      http://pustaka.uns.ac.id/include/inc-print.php?nid=77 17-3-2013