Penguasaan
dan pemanfaatan TIK memang tidak akan menyelesaikan seluruh persoalan yang ada
pada masyarakat. Namun, mengabaikannya sama dengan mengabaikan aspek penting
bangunan peradaban. Hal ini karena bangunan peradaban memang setidaknya terdiri
dari dua aspek yaitu fisik dan non-fisik.
Information Literacy adalah kemampuan dalam
mengakses, mengevaluasi, dan menggunakan informasi dalam beraneka ragam format
seperti buku, koran, video, CD,-ROM atau Web. Sementara Digital Literacy adalah
kemampuan untuk mengerti dan menggunakan informasi dari berbagai sumber yang
dipresentasikan melalui peralatan berbasis digital. Central European University
menggambarkannya sebagai sebuah kemampuan dalam mengerti bagaimana informasi
dibuat dan dikomunikasikan dalam beraneka ragam format melalui sebuah kerangka
proses pengumpulan, pengorganisasian, pemilahan, penggambaran, dan penggunaan informasi
dengan menggunakan berbagai perlatan teknologi digital. Internet Literacy atau
kerap diringkas menjadi i-literacy didefinisikan sebagai kemampuan dalam
menggunakan pengetahuan teori dan praktek terkait dengan internet sebagai
medium komunikasi dan pengelolaan informasi .
ICT Literacy adalah kombinasi antara kemampuan
intelektual, konsep mendasar dan keahlian terkini yang mengharuskan seseorang
untuk memilii kemampuan dalammenggunakan teknologi informasi dan komunikasi
secara efektif.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka ada
beberapa faktor yang mempengaruhi teknologi informasi yaitu: Infrastruktur,
Sumber Daya Manusia, Kebijakan, Finansial, Konten dan Aplikasi. Agar teknologi
informasi dapat berkembang dengan pesat, pertama dibutuhkan infrastruktur yang
memungkinkan akses informasi di manapun dengan kecepatan yang mencukupi. Kedua,
faktor SDM menuntut ketersediaan human brain yang menguasai teknologi tinggi.
Ketiga, faktor kebijakan menuntut adanya kebijakan berskala makro dan mikro
yang berpihak pada pengembangan teknologi informasi jangka panjang. Keempat,
faktor finansial membutuhkan adanya sikap positif dari bank dan lembaga
keuangan lain untuk menyokong industri teknologi informasi. Kelima, faktor
konten dan aplikasi menuntut adanya informasi yang disampai pada orang, tempat,
dan waktu yang tepat serta ketersediaan aplikasi untuk menyampaikan konten
tersebut dengan nyaman pada penggunanya.
Ada beberapa unsur yang menjadikan tekhnologi
komunikasi dan informasi patut dipertimbangkan pemanfaatannya yaitu :
1) kapabilitas yang
dimiliki oleh teknologi
2) penggunaan teknologi
adalah cara yang paling cepat untuk melakukan konstruksi, sistematisasi, dan
integrasi dari sebuah disparitas antar subsistem
3) ICT memungkinkan
penggabungan kekuatan human ware, software, dan hardware sehingga rekayasa bagi
terciptanya suatu sistem yang terbaik dapat disimulasikan, diprediksi, dan
dikendalikan
4) bila tidak ada
kebijakan atau intervensi tertentu, hasil dari output teknologi umumnya
bersifat transparan dan memberikan akses setara bagi seluruh pengguna
5) pemanfaatan teknologi
berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi yang memiliki keterkaitan langsung
dengan produktivitas
6) bila ditunjang dengan
infrastruktur dan ICT literacy yang mapan, pemanfaatan ICT bersifat borderless
sehingga arus informasi lebih cepat mengalir dbandingkan dengan pendekatan
konvensional
7) transaksi dengan
memanfaatkan ICT dapat secara implisit menekan interaksi-interaksi yang
memungkinkan terjadinya korupsi atau suap; ICT memberikan sebuah ruang
impersonal dan standar yang dapat mereduksi distorsi kepentingan dalam sebuah
sistem layanan publik dan relatif tidak rentan terhadap perubahan dan
regenerasi personalia yang secara langsung akan berpengaruh pada akuntabilitas
sistem tersebut.
Perpustakaan masa depan diharapkan bukan saja
dapat mengubah dirinya dari yang bersifat tradisional menjadi modern, yang
kecil menjadi besar, atau yang sepi pengunjung menjadi ramai. Tetapi lebih dari
pada itu, yaitu perpustakaan yang mampu menjadikan organisasinya menyediakan
dan melayankan berbagai sumber informasi secara tepat guna dan tepat sasaran,
menciptkan kondisi masyarakat menyadari, memahami dan mewujudkan suatu
kehidupan yang terdidik baik dan terinformasi baik (well educated and well
informed), sehingga mereka mampu melakukan perubahan, baik pada dirinya maupun
orang lain dalam pola pikir (mind set), berbicara, berperilaku, atau bertidak,
karena telah didasari oleh wawasan, kemampuan, pengalaman, dan ketrampilan (Supriyanto,
2006 : 266).
Hadirnya perkembangan dan kemajuan di bidang
teknologi informasi dan komunikasi, harus bisa dipahami dan dimanfaatkan secara
positif, kreatif dan konstruktif oleh para pustakawan. Siregar (2004 : 37),
berhadapan dengan fenomena perubahan yang terjadi, pustakawan harus memiliki
kemampuan melihat dengan jelas apa yang sesungguhnya berubah dan apa yang tetap
sama. Nilai-nilai yang menjadi dasar profesi pustakawan kelihatannya akan tetap
sama, tetapi cara nilai-nilai tersebut diterjemahkan ke dalam kegiatan dan
operasi akan mengalami perubahan secara mendasar. Misi perpustakaan untuk
mengumpulkan, mengorganisasikan dan menyediakan akses terhadap sumber daya
informasi tetap relevan, tetapi teknologi dan cara untuk melakukannya mengalami
perubahan. Penyediaan sumber daya informasi berbasis cetak tidak lagi cukup
memadai, tetapi harus dilengkapi dengan sumber daya berbasis elektronik yang
jumlah dan kecepatan penyebarannya terus meningkat.
Kehadiran teknologi informasi dan komunikasi
(TIK) tidak akan mengganggu berbagai kegiatan dan operasi di perpustakaan, baik
dari segi manajemen koleksi, maupun kunjungan pengguna. Siregar (2004 : 1),
selama bertahun-tahun pustakawan telah mengembangkan pengetahuan dan metodologi
dalam manajemen koleksi, yang sebenarnya tidak terbuang dengan sia-sia ketika
berurusan dengan kombinasi informasi tercetak dan digital. Walaupun mahasiswa
dan dosen sedang bertransformasi ke dunia digital dengan akses yang cepat
dengan sumber-sumber pengetahuan dari komputer pribadi mereka, tetapi mereka
masih tetap mengunjungi perpustakaan. Mengapa? Karena perpustakaan selalu
berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan mereka, dan komunikasi personal dengan
pustakawan masih merupakan cara terbaik.
Pengorganisasian (pengolahan) koleksi adalah semua kegiatan untuk mengelola/mengolah bahan pustaka yang telah ada, yang
meliputi kegiatan verifikasi data bibliografis, katalogisasi, klasifikasi,
penentuan kata kunci, penentuan tajuk subyek, pengalihan data bibliografis,
mengelola data entri bibliografis (penjajaran kartu/filing), membuat anotasi,
sari karangan/abstrak, menyusun daftar tambahan koleksi, bibliografi, indeks
dan sejenisnya, serta melakukan penyuntingan bibliografis. Selain itu, kegiatan
pengolahan juga meliputi inventarisasi, pemberian stempel dan dan pemberian
kelengkapan lainnya melalui proses finishing. Kegiatan pengorganisasian
(pengolahan) koleksi yang memanfaatkan TIK, misalnya dapat diakomodasi pada
Modul Pengolahan, yang merupakan bagian dari Sistem Otomasi Perpustakaan Terpadu
(Integrated Library System) yang dibangun untuk menyatukan semua fungsi
(pengadaan, pengolahan dan pelayanan), dimana semua modul dapat saling
berinteraksi satu sama lain. Sebagai bagian dari suatu sistem otomasi, modul
pengolahan dapat dikatakan sebagai dapur atau kokinya yang memberikan isi
(content) perpustakaan.
Berfungsinya dengan baik kegiatan pengolahan
yang merupakan pelayanan teknis sebagai dapur perpustakaan, pada akhirnya akan
menyajikan pelayanan pengguna yang berkualitas baik. Kelancaran sirkulasi bahan
pustaka dan kemudahan mendapatkan informasi yang diinginkan, banyak tergantung
pada kegiatan pengadaan bahan pustaka dan kegiatan pengolahan di bagian teknis
ini.
Apakah otomasi perpustakaan? Otomasi
perpustakaan adalah komputerisasi kegiatan rutin dan operasi sistem
kerumahtanggaan perpustakaan (library housekeeping) yang mencakup pengadaan,
pengatalogan, termasuk penyedian katalog on-line (OPAC), pengawasan sirkulasi
dan serial. Dengan kata lain, perpustakaan terotomasi adalah suatu perpustakaan
yang menggunakan sistem terotomasi untuk penanganan sebagian atau seluruh
kegiatan rutinnya. Pada modul pengolahan dilakukan kegiatan-kegiatan :
input terhadap koleksi yang baru diperoleh,
baik melalui pembelian, tukar menukar, produksi internal, maupun hadiah atau
hibah.
penambahan eksemplar atas judul-judul yang
pernah ada.
penyuntingan atau koreksi-koreksi yang
diperlukan terhadap sebuah rekor atau cantuman.
penghapusan atas rekor atau cantuman yang
tidak diperlukan lagi, seperti karena buku telah hilang, rusak, di-weeding,
atau oleh sebab lainnya.
ustakawan bisa melakukan publikasi elektronik,
yaitu kegiatan untuk memublikasikan berbagai informasi tentang dan oleh
perpustakaan. Dalam hal ini, perpustakaan memiliki dan memelihara sendiri suatu
situs WEB. Penerbitan Web bertujuan untuk
mempublikasikan berbagai informasi tentang perpustakaan dan kegiatannya.
Kegiatan ini pada dasarnya sama dengan publikasi berbagai selebaran, brosur,
pamflet, panduan perpustakaan, daftar tambahan pustaka, katalog dalam berbagai
jenis, dan kegiatan publikasi lainnya. Akan tetapi, publikasi yang lebih banyak
manfaatnya bagi para pengguna adalah yang menyangkut konten utama perpustakaan,
termasuk juga koleksi-koleksi dari terbitan internal yang tergolong gray literature
sebagaimana dijelaskan di atas, yang terhadapnhya juga perlu dilakukan proses
digitalisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Bidin, sharipah
Hanon, 2006. Identifying core competencies for KM at OUM:
The Library
prespective. EG2KM Conference
Brainin, joseph j. 2007. Core competencies for subject librarians in the 21 century
Brainin, joseph j. 2007. Core competencies for subject librarians in the 21 century
research library. China: Capital
Normal University Library
Fahmi, Ismail 2002. Toolkit membangun perustakaan berbasis teknologiinformasi.
Fahmi, Ismail 2002. Toolkit membangun perustakaan berbasis teknologiinformasi.
Jakarta: Library Expo 2002.
0 komentar:
Posting Komentar